Kajian.Net

Belajar Bloging,Trik Facebook,Komputer,Internet,Hacking,Kajian Islam.

Siapa Hizbullah ?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

 Syiah indonesia.com

Bila kita sering mengikuti perkembangan gejolak politik di Timur tengah maka kita tak akan terlepas dari sebuah kelompok di luar pemerintahan lebanon ,yang memiliki persenjataan layaknya angkatan bersenjata , yaitu Hizbullah .

Di antara perkara-perkara yang mengagumkan bagi kebanyakan kaum muslimin, khususnya beberapa tahun belakangan ini adalah sepak terjang Hizbullah Lebanon dan pemimpinnya Hasan Nasrullah. Bahkan majalah Newsweek Amerika menjulukinya sebagai tokoh yang paling kharismatik di dunia Islam, dan tokoh yang paling berpengaruh bagi mayoritas kaum Muslimin.

Sementara para ulama dan pemikir Muslim memiliki pendapat yang bermacam-macam dan bertolak belakang dalam menilai Hizbullah dan Hasan Nashrullah sebagai pemimpinnya. Di antara mereka ada yang membelanya mati-matian sampai menggelari Hasan Nashrullah sebagai Khalifah kaum muslimin, dan tak sedikit pula yang menyerangnya habis-habisan sampai mengeluarkan Hizbullah dari Islam secara keseluruhan, dan masih puluhan pendapat lagi yang berkisar di antara dua penilaian tadi.

Lantas bagaimanakah hakekat yang sesungguhnya dalam masalah ini? Bolehkah kita berbangga dengan sepak terjang Hizbullah selama ini? Pantaskah kita menganggapnya sebagai lambang kebanggaan, ataukah kita harus peringatkan orang-orang akan bahayanya? Dan bolehkan kita mengikuti gerakan ‘bungkam mulut’ yang dianjurkan oleh banyak kaum muslimin, dengan mengatakan: “Apa perlunya mengungkit-ungkit masalah ini sekarang?”, ataukah ‘bungkam mulut’ tadi ada artinya, mengingat peristiwa yang terus berlanjut dan masalah-masalah yang makin membingungkan… dan andajuga tahu bahwa orang yang diam dari kebenaran ibarat syaithan yang bisu?!

Sebagaimana yang biasa kami lakukan dalam penulisan makalah-makalah kami sebelumnya, untuk memahami sesuatu, kita harus menelusuri asal-usulnya. Kita harus mengetahui perkembangan dan bagaimana awal berdirinya? Sebagaimana kita juga harus faham kisah pendirinya, akidahnya, cara berfikir mereka, impian mereka, target mereka dan sarana yang mereka pergunakan untuk mewujudkannya. Ketika itulah kita akan tahu banyak hal yang selama ini tersembunyi. Kita akan menggunakan akal untuk mengarahkan perasaan dan sikap kita, sebab bisikan akal akan berbeda sama sekali dengan bisikan perasaan.

BAGAIMANA AWAL KEMUNCULAN HIZBULLAH

Hizbullah mulai muncul di Lebanon. Lebanon memiliki karakteristik yang berbeda dibandingnegeri-negeri Islam lainnya.Lebanon merupakan negeri multi golongan yang aneh bentuknya, sebab dataran Lebanon dihuni oleh sekitar 18 sekte agama yang semuanya diakui. Barangkali faktor geografis Lebanon yang pegunungan menjadikannya sarang bagi berbagai aliran yang saling bertentangan. Dari sana terdapat kaum Nasrani dengan berbagai sektenya, demikian pula Syiah, Druz, dan lain sebagainya.Orang-orang Lebanon mengakui bahwa tiga golongan terbesar di Lebanon adalah kaum muslimin Ahlisunnah, Syiah Itsna Asyariah, dan Nasrani Maronis.Jauh setelah mereka barulah muncul sekte Druz yang masih dianggap sebagai kaum muslimin, walau hakikatnyatidak demikian.

Penjajah perancis yang menginvasi  Lebanon pada tahun 1920 berupaya untuk menyatukanberbagai golongan ini.Bahkan mereka juga bertujuan untuk memfokuskansebagian besar kekuasaandi tangansekutu-sekutunya dari kalangan Nashrani Maranis. Pasca kemerdekaan Lebanon tahun 1943, Undang-undang Lebanon menetapkan dan memberikan jabatan presiden kepada Nashrani Maronis, jabatan kepala pemerintahan kepada Ahlisunnah, dan jabatan ketua DPR kepada Syi’ah. Undang-undang ini belum bisa diterapkan secara praktis hingga tahun 1959 M, yaitu setelah semua pusat pemerintahan menerima ketetapan yang dikeluarkan oleh pihak Nasrani Maronis tersebut.

Karena sensitifitas multi golongan ini, akhirnya penduduk Lebanon mengabaian masalah sensus penduduk yang dapat memberi gambaran lebih rinci akanprosentase masing-masing golongan. Namun, penelitian yang paling mendekati kebenaran ialah yang mengatakan bahwa prosentaseAhlisunnah berkisar 26%, Syi’ah 26%, sedangkan Maronis 22% dan Druz 5,6%.

Tentu saja setiap golongan akanberupaya bermarkas di wilayah tertentu sebagai basis kekuatan yang mempengaruhi daerah sekitarnya. Syiah misalnya, bermarkas di wilayah selatan Lebanon dan lembah Bikaa, sedangkan Ahlisunnahbermarkas di wilayah Utara dan Tengah Lebanon, serta kota-kota pesisir seperti Beirut, Tripoli, dan Saida. Sedangkan Maronis bermarkas di Gunung Lebanon dan Beirut Timur.

Barangkali, markaz Syi’ah yang berpusat di selatan Lebanon inilah yang menjadi penyebab terjadinya konflik dengan pihak Yahudi dalam dekade terakhir. Jadi, konflik antara Hizbullah dengan Israel–sebagaimana yang akan kami jelaskan- bukanlah konflik karena akidah, bukan pula karena Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan bukan pula demi membebaskan Palestina. Konflik ini terjadi karena wilayah-wilayah strategis yang mereka kuasai terancam hilang dan mau tak mau mereka harus mempertahankannya. Sebab jika tidak, kisah mereka akan segera tamat!! Andai saja agresi militer Yahudi ditujukan kepada wilayah-wilayah kekuasaan Ahlisunnah, dapat dipastikan Syi’ah tidak akan bergerak sejengkal pun untuk melawan.

MUSA ASH SHADR DAN KAITANNYA DENGAN KRONOLOGI KISAH INI

Kita kembali ke awal awal…
Ahlisunnah dan Syi’ah pernah hidup sangat terpinggirkan dibandingkan kaum Maronis yang mendapat sokongan dari Perancis dan masyarakat dunia. Kemudian Sunni dan Syi’ah mulai berusaha mencari jati diri dan pengakuan eksistensi mereka, terutama di akhir era lima puluhan.Di saat Ahlisunnahkehilangan pihak yang memperjuangkan nasibnya, lebih-lebih seiring dengan munculnya gerakan nasionalis-komunis yang melanda dunia Arab waktu itu; saat itulah Syi’ah mendapat nafas segar untuk tumbuh dan berkembang. Tepatnya ketika seorang tokoh Syi’ah yang sangat berkesan menginjakkan kakinya di Lebanon dengan meninggalkan bekas-bekas nyata di peta Lebanon; dialah Musa Ash Shadr, tiba di Lebanon pada tahun 1959 M.

Musa As Shadr lahir di kota Qum Iran pada tahun 1067 M. Ia mendalami madzhab Syi’ah Itsna ‘Asyariyah di kota tersbut dan menjadi dosen di Universitas Qum,mengajar mata kuliah fikih dan mantiq. Kemudian pindah ke kota Najaf, Irak, pada tahun 1954 untuk melanjutkan studinya tentang Syi’ah di tangan sejumlah rujukan tokoh Syi’ah, seperti Muhsin Al Hakiem dan Abul Qasim Al Khu’iy. Setelah itu pindah ke Lebanon pada tahun 1959 dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.

Musa Ash Shadr tiba di Lebanon dengan membawa dua misi penting:

Pertama: Proyek besar Syi’ah mendirikan Daulah Syi’iyah di Lebanon, yaitu kenginannya menjadikan dasar madzhab Syiah Itsna Asyriyah dengan keyakinan dan pola pikir yang sesat serta bid’ah-bid’ahnya yang menyimpang menjadi madzhab resmi negara.Dalam makalah “Ushul As Syi’ah” saya telah menjelaskan secara rinci mengenai perkembangan Syiah dan pemikiran-pemikiran yang mereka yakini, meski telah diketahui  bahwa Syi’ah di Lebanon waktu itu belum menjadi aliran keagamaan, artinya bahwa mereka hanya membawa nama ‘syi’ah’ tanpa mengetahui tabiat dan prinsip dari madzhab mereka.

Kedua: Musa As Shadr tiba di Lebanon dengan membawa danayang melimpah demi memuluskan rencananya. Wajar, sebab marja’ (tokoh rujukan) Syi’ah di seluruh dunia memiliki kekayaan yang melimpah, karena mereka mendapat pemasukan dari khumus (20%) dengan anggapan bahwa mereka adalah ahlul bait. Harta (khumus) ini diserahkan kepada marja’dan marja’ dapat menggunakannya semau mereka. Dengannya, mereka mampu mengendalikan berbagai hal karena mereka telah membentuk kekuatan ekonomi raksasa

Syi’ah Dan Perlawanan Mereka Terhadap Pemerintahan Sunni

 Pada dasarnya madzhab Syi’ah hanya pemberontakan terhadap sistem pemerintahan. Tujuannya adalah untuk mengendalikan hukum yang ada dengan bentuk pertentangan terhadap metode yang dipakai ahlus sunnah, yang dengan system itu kemudian mereka menyerang sunni. Syi’ah telah berhasil menguasai daerah yang cukup luas di dunia Islam dalam kurun sejarah yang berbeda, berbagai dampak negatif yang mereka timbulkan nampak jelas setelah mereka berhasil memegang tampuk kekuasaan di suatu tempat. Namun seiring dengan tumbangnya Daulah Ash Shafawiyyah di pertengahan abad 18 M, Syi’ah kehilangan kendalinya di seluruh dunia, dan megaproyek mereka pun menyurut padam selama beberapa waktu. Pemikiran Syi’ah yang otoriter mulai kembali muncul pada periode 50 tahun-an. Munculah ambisi besar untuk menciptakan negara yang yang menyebarkan ajaran Syiah Itsna ‘Asyariyah yang sesat dengan kekuasaan dan senjata.Sementara calon wilayah strategis yang akan menjadi wilayahnya tidak keluar dari 3 tempat,yaitu: Iran, Irak dan Lebanon, sebagimana didapati banyak kalangan Syi’ah yang ingin mendirikan daulah.

Lobi-lobi Syi’ah sejak semula merencanakan pendirian daulah tersebut di salah satu dari ketiga negara atau di ketiga-tiganya.Kader-kader pun telah disebar di berbagai daerah.Diantara mereka ada yang khusus bekerja di jantung sistem pemerintahan di Iran yang dipimpin olehAl Khumaini.Dan ada juga yang dikirim untuk beroperasi di Lebanon, yaitu Musa Ash Shadr.

Ini merupakan jaringan operasi yang rumit dan sangat hati-hati.Tidak masalah bila targetnya baru berhasil puluhan tahun mendatang, yang penting target itu bisa tercapai,cara inijuga dipakai mendirikan daulah-daulah Syi’ah tempo dulu, seperti Daulah Buwaihiyyah, dan Daulah Ubeidiyyah -yang menamakan dirinya secara dusta sebagai Daulah Fathimiyyah- dan lain-lain. Biasanya, organisasi-organisasi tersebut bekerja sama dengan masyarakat papan bawah dan kaum fakir miskin di suatu negara. Kepada merekalah angin pemberontakan dihembuskan agar menggulingkan golongan kaya dan para penghuni istana. Organisasi-organisasi tersebut senantiasa mengungkit-ungkit masalah revolusi yang telah mengakar dalam jiwa kaum syi’ah, lalu dari sanalah terjadinya kudeta dan berdirinya negara Syi’ah.

Peristiwa ini telah kita saksikan dalam sejarah dan kita juga saksikan di Iran. Mungkin bila tersisa cukup waktu, kita akan menjelaskan kronologi Revolusi Syi’ah di Iran. Akan tetapi sekarang kita sedang menyaksikan langkah-langkah nyata di Lebanon dan Irak yang mengarah ke sana. Jika megaproyek mereka berhasil di kedua negara ini, maka ekspansi mereka berikutnya akan meliputi Suriah, Kuwait, Bahrain, dan wilayah timur Saudi. Oleh karena itu, penjelasan ini wajib ditulis, dan kaum muslimin harus faham akan apa yang terjadi di sekitar merek


Kembali ke kisah lebanon . .
Musa Ash Shadr berhasil di kirim ke Lebanon untuk merencanakan pendirian negara Syi’ah. Dia yang dipilih, sebab dia memiliki asal usul Lebanon, selain menguasai bahasa Persi, dia juga lihai berbahasa Arab. Ia senantiasa berkoordinasi dengan Khomeini, bahkan keduanya memiliki hubungan yang lebih kuat dari sekedar relasi politik; sebab putera Khomeini yang bernama Ahmad Al Khomeini, menikahi puteri saudari kandung Musa Ash Shadr. Sedangkan Musa Ash Shadr menikahi cucu Al Khumeini, di samping itu, Musthafa Al Khumeini juga merupakan salah satu sahabat terdekat Ash Shadr.

Musa Ash Shadr menuju Lebanon Selatan yang merupakan kantong Syi’ah. Di sana ia mulai melancarkan misinya atas nama sosial, tanpa menonjolkan masalah agama. Ia mulai mendirikan yayasan-yayasan sosial untuk membantu kaum fakir miskin.

Kemudian mendirikan sekolah-sekolah dan klinik-klinik medis denganmenampakkan perspektif syi’ah-nya sedikit demi sedikit. Ia lalu mendirikan lembaga-lembaga peradilan Ja’fari, yang mengadili kaum syi’ah berdasarkan madzhab Itsna ‘Asyariah mereka. Karakter multi golongan yang ada di Lebanon sangat mendukung untuk beroperasi secara luas, lebih-lebih mengingat lemahnya pengaruh pemerintah dan militer Lebanon.

Musa Ash Shadr adalah sosok yang dapat bermain di semua peran. Ia siap menggandeng tangan siapa saja demi mewujudkan keinginannya. Sejak awal ia tahu bahwa Nashrani Maronis adalah golongan terkuat di Lebanon, dan pesaingnya adalah golongan Sunni. Padahal perlu kita ketahui bahwa Ahlisunnahkala itu bukanlah kaum fundamentalis yang berpegang teguh dengan sunnah atau agama Islam. Mereka tak lain adalah orang-orang berfaham Nasionalis-Sosialis-sekuler, kecuali orang-orang yang mendapat rahmat Allah.

Musa Ash Shadr pun mulai mendekati golongan Nashrani, sebab Syi’ah sebagaimana yang kita ketahui sejak awal, tak lain adalah pemberontakan atas ajaran Islam Sunni.Syi’ah hanyalah penentang sejarah Islam sejak Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khatthab radhiyallaahu ‘anhuma, kemudian berlanjut di setiap negara Islam yang menaungi umat ini. Intinya, pemikiran syi’ah sejak semula merupakan pemikiran yang konfrontatif terhadap Ahlisunnah.

Dari sini, Musa Ash Shadr berusaha merangkul Sharel Al Halew, Presiden Lebanon dari Nashrani Maroniswaktu itu, anehnyaia tidak mau merangkul pemimpin-pemimpin Sunni untuk mengumpulkan kekuatan kaum muslimin, justeru malah menganggap bahwa Sharel Al Halew sebagai sekutu yang pantas untuk menentang penguasa Sunni. Ia mulai mendekatinya dan memprovokasinya,hingga pada tahun 1967 M terjadilah kesepakatan mendirikan Dewan Tinggi Syi’ah yang bertindak sebagai wakil Syi’ah di Lebanon. Sharel Al Halew bahkan sepakat untuk menetapkan undang-undang nomor 72/76 yang memutuskan bolehnya menjadikan rujukan-rujukan Syi’ah dunia (di Iran, Irak dan lainnya) sebagai rujukan Dewan Syi’ah dalam menetapkan fatwa, hukum dan undang-undangnya. Mereka tidak harus mengikuti hukum yang berlaku di Lebanon!

Dewan ini benar-benar berhasil berdiri tahun 1969 M, dan tentu saja Musa As Shadr adalah pemimpin pertama dalam dewan ini. Pemerintah Lebanon mengakui keberadaan majelis tersebut pada tahun 1970, bahkan pemerintah menggelontorkan dana sebanyak 10 juta Dollar sebagai bantuan untuk wilayah selatan Syi’ah.

Musa Ash Shadr juga tak lupa menjual dirinya kepada Amerika. Dalam pertemuannya dengan Dubes Amerika, Ash Shadr menyebutkan bahwa ia akan menghadapi gerakan Nashiri yang berpaham Komunis bersama pemuda-pemuda Syi’ah di Lebanon. Kedekatan hubungannya dengan orang-orang Amerika telah cukup dikenal, hingga ia dituduh oleh orang-orang dekatnya Al Khumaini. Sebab Al Khumaini ketika itu menganggap Amerika sebagai bahaya besar, sebab Amerika mendukung penuh pemerintahan Shah Iran.

Namun dalam perkembangannya, pada tahun 1970 M, terjadilah peristiwa di luar harapan Musa Ash Shadr,yaitu terjadinya pembantaian para pengungsi Palestina di Yordania, yang popular dengan sebutan peristiwa “Ailul Aswad”. Sebab itulah orang-orang Palestina di bawah komando Fatah diungsikan ke Lebanon.Meskipun Syi’ah tidak suka, pengungsian tersebut menempati wilayah selatan Lebanon (berbatasan dengan Palestina) karena orang-orang Palestina adalah Ahlisunnah, dan hal ini berarti akan menghambat rencana besar pendirian negara Syi’ah. Padahal gerakan Fatah ketika itu menganut faham Sosialis-sekuler yang sangat jauh dari ajaran Islam.

Pun demikian, pada periode ini Musa Ash Shadr sempat memanfaatkan gerakan Fatah. Ia menjalin hubungan solidaritas dengan Fatah, dengan harapan bahwa Fatah kelak dapat mentraining militer Syi’ah. Sebagai persiapan pembentukan milisi-milisi bersenjata yang dapat mempengaruhi masa depan Lebanon,secara kebetulan Fatah saat itu juga sedang mencari sekutu untuk menghadapi kaum Komunis, hingga terjadilah simbiosis mutualisme.

Pada tahun 1971 M, Hafizh Asad menduduki kursi kepresidenan di Suriah. Ia dari kelompok ‘Alawiyyin Syiah Nushairiyyah, yang berada di luar Islam meskipun secara politik dihitung sebagai ‘muslim’. Mereka adalah sekte yang menuhankan Ali bin Abi Thalib–Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka katakan-. Akan tetapi, dengan sigap Musa Ash Shadr menfatwakandengan menyatakan bahwa kaum ‘Alawiyyin adalah Syi’ah, dan menganggap Hafiz Asad sebagai seorang muslim! Hal ini menyebabkan makin eratnya hubungan Ash Shadr dengan Suriah dan pemerintahan yang berkuasa di sana. Musa Ash Shadr menjadi mata rantai penghubung antara Hafiz Asad dan pemimpin-pemimpin Revolusi Iran, hingga Hafiz Asad pun mendukung penggulingan Shah Iran, bahkan mendukung Iran pasca Revolusi saat berperang melawan Irak, sebab ia sangat memusuhi Saddam Husein.

Demikianlah Musa Ash Shadr menanamkan benih-benih negara Syi’ah-nya yang baru. Ia memiliki kerja sama yang sangat kuat dengan para tokoh agama di seluruh dunia, khususnya Al Khumaini, demikian pula dengan kaum Nashrani Lebanon, Amerika, Suriah, bahkan dengan Fatah yang dianggap bagian dari Ahlisunnah.

Pada tahun 1974 M, Musa Ash Shadr mendirikan Harakah Al Mahrumin yang menyerukan agar kaum fakir miskin mendapat hak-hak yang lebih banyak. Mulanya, banyak kaum Nashrani di selatan yang bergabung dalam gerakan tersebut. Mereka menyangka bahwa gerakan tersebut bersifat nasionalis yang bertujuan mengentaskan kemiskinan di Lebanon dari krisis ekonomi. Akan tetapi mereka akhirnya keluar setelah mencium aroma Syi’ah yang kuat dari gerakan tersebut. Tak lama kemudian, Ash Shadr membuat kesepakatan dengan Yasir Arafat sebagai pemimpin Fatah untuk melatih kemilitran Harakah Al Mahrumin, dibawah pengawasan pemerintah Lebanon yang lemah.

Pada bulan Juli tahun 1975 M, Ash Shadr mengumumkan pembentukan sayap militer Harakah Al Mahrumindengan menamakan dirinya sebagai “Afwaaj Al Muqaawamah Al Lubnaaniyyah”, yang disingkat Harakah AMAL yang diketuai langsung oleh dirinya.

Tak lama setelah itu Musa Ash Shadr berbalik menentang orang-orang Palestina, dan menuntut pengusiran warga Palestina yang berfaham Sunni dari wilayah selatan yang berlatar belakang Syi’ah. Kita akan menyaksikan selanjutnya, bagaimana anggota Harakah AMAL membantai orang-orang Palestina tersebut dalam Serangan atas Kamp pengungsian yang terkenal sejak tahun 1985 M hingga 1988 M.

Memasuki tahun 1975 M, Lebanon mulai terjadi perang saudara yang membingungkan. Perang ini demikian rumit karena terkait dengan berbagai faktor internal dan eksternal. Kita mungkin membutuhkan berbagai analisa khusus untuk dapat memahaminya dengan jelas.


Musa Ash Shadr Dan Berbagai Permusuhan

Setelah terbentuknya Dewan Perwakilan Tinngi Syi’ah dan Harakah AMAL, Musa Ash Shadr menjadi sebuah kekuatan yang sangat berarti dan menggugah kesadaran banyak orang, sebab Musa Ash Shadr tidak lagi menutupi kekuatan tersebut atau menyembunyikannya. Bahkan iasering kali mengancam dengan terang-terangan dalam berbagai liputan persnya untuk mengerahkan massanya ke rumah-rumah orang kaya di Lebanon jika mereka tidak memenuhi tuntutannya. Bahkan ia berani mengritik sebagian tindakan Al Khumaini, dan menjalin hubungan dengan pihak-pihak internasional tanpa merujuk ke marja’ agama yang dikirim ke Lebanon. Masalah semakin meruncing saat ia mengunjungi Iran dan bertemu Shah secara langsung. Ia meminta agar Shah memberikan amnesti kepada 12 tokoh agama yang telah divonis mati, akhirnya Al Khumeini menganggapnya telah keluar dari kesepakatan internasional Syi’ah, dan kerjasama dengan Shah yang notabene adalah musuhnya kaum revolusioner.

Konflik semakin memuncak pada tahun 1978, ketika secara tiba-tiba terjadi krisis hubungan antara Suriah dan Ash Shadr. Hal ini dikarenakan Suriah mengalami banyak tekanan dari negara-negara sekitar dan Amerika, setelah Anwar Sadat melakukan kunjungan ke Zionis Israel tahun 1977 M. Suriah berharap agar Lebanon menjadi pembela utamanya, sebab Suriah memiliki pasukan di Lebanon saat itu. Suriah juga berharap agar Ash Shadr tidak bersekutu dengan selain Suriah.

Namun Ash Shadr merasa bila dirinya telah kuat dan posisi Suriah lemah, karenanya ia sengaja mempererat hubungannya dengan negara-negara Arab dan melanggar peringatan Suriah. Ia mulai mengunjungi Kuwait, kemudian Al Jazair, dan terakhir berangkat ke Libya pada bulan Agustus 1978 M, yang diiringi sebuah kejutan besarkarena Libya mengumumkan bahwa Ash Shadr telah angkat kaki dari wilayahnya pada tanggal 25 Agustus 1978 M, akan tetapi ia tak pernah menampakkan batang hidungnya lagi di muka bumi!!

Ini merupakan peristiwa yang mengherankan. Sebab Musa Ash Shadr bukanlah anak kecil yang gampang tersesat di airport, dan bukan pula orang biasa yang disikapi masa bodoh oleh Libya kemana perginya. Akan tetapi yang jelas ia telah diculik atau dibunuh.

Saat itu memang banyak musuh yang mengintai Musa Ash Shadr, dan banyak di antara mereka yang dituding berada di balik pembunuhannya. Yang paling utama ialah tokoh-tokoh Revolusi yang setahun kemudian muncul di Iran. Dan tentu mereka tidak menginginkan keberadaan tokoh-tokoh kharismatik yang memiliki multi relasi sebagai saingan Al Khumaini yang berada di garda terdepan negara Syi’ah baru.Apalagi membuatgeram pemerintah Suriah saat itu, berarti memberi lampu hijau bagi rencana pembunuhan, sebab pemerintah Suriah memang terkenal berdarah dingin dalam menghadapi para penentangnya. Libya sendiri ketika itu berhubungan erat dengan tokoh-tokoh revolusi Iran, dan siap mendukung mereka pasca revolusi untuk melawan Irak. Adapun kekuatan internal Lebanon yang mendapat manfaat dari tersingkirnya Musa Ash Shadr juga cukup banyak, sebab perang saudara di Lebanon saat itu memang sedang puncak-puncaknya.

Hilangnya Musa Ash Shadr memang misterius dan membingungkan, bahkan para politikus berlomba-lomba memecahkannya, akan tetapi tak satu pun dari mereka yang dapat memberikan jawaban pasti. Yang jelas, Musa Ash Shadr telah meninggalkan medan pertempuran yang menyala di belakangnya, dan meninggalkan Harakah AMAL yang melanjutkan cita-citanya, dan meninggalkan jabatan kosong di Dewan Perwakilan Tinggi Syi’ah… tepat setahun kemudian terjadilah revolusi Iran untuk menggulingkan Shah, dan empat tahun berikutnya militer Zionis menguasai wilayah Lebanon selatan.

Lalu dari ‘rahim’ pergolakan yang rumit tadi lahirlah Hizbullah yang Syi’ah, untuk melanjutkan megaproyek Ash Shadr, akan tetapi yang jelas dengan pengarahan dari Iran.

Bagaimana semua ini bisa terjadi?
Bagaimana pula nasib Harakah AMAL?
Dan bagaimana sikap Syi’ah terhadap orang-orang Palestina di Lebanon selatan?
Bagaimana pamor Hizbullah tiba-tiba mencuat?
Siapakah sebenarnya Hasan Nashrullah, dan bagaimana akidah serta pemikirannya



Syiahindonesia.com - Kebanyakan kaum muslimin merasa simpati dalam menghukumi berbagai perkara, tokoh, organisasi, dan negara. Mereka tidak meneliti apa yang ada di balik itu semua, tidak membaca apa yang tertulis dalam buku-buku, dan tidak menelusuri asal-usulnya. Hal ini menjerumuskan mereka dalam berbagai kekeliruan dan salah persepsi yang berakibat fatal, yang baru disadari setelah musibah dan bencana yang diakibatkannya terjadi… dan ketika itu, penyesalan mungkin tiada berguna lagi.

Setelah kami paparkan awal lahirnya Hizbullah Syi’ah secara rinci, kami juga paparkan tentang Lebanon, dan kali ini kami akan mencoba untuk melanjutkan. Saya percaya bahwa saya sedang menelusuri jalan yang penuh duri. Usaha saya untuk memberikan gambaran yang benar bagi kaum muslimin pasti menghadapkan saya kepada gelombang penolakan dan kritikan dari kaum muslimin yang bersimpati kepada tokoh mana saja yang dianggap sukses di masa-masa yang sensitif dalam sejarah umat ini; meskipun tokoh tersebut adalah pengikut Syi’ah yang rusak, yang meyakini kebebasan berpendapat dalam mengritik, mencela, menentang dan bahkan menjatuhkan para sahabat yang mulia.

Saya yakin bahwa saya akan menghadapi perlawanan serius dari pihak Syi’ah sendiri, yang mendorong media-media massa Sunni agar menyerukan supaya ‘masalah ini’ ditutup dan jangan dibicarakan sama sekali, sembari memalingkan mereka kepada Zionis Israel dan Amerika saja. Padahal di saat yang sama Syi’ah terus melanjutkan skenario mereka. Kaum muslimin baru akan tercengang, saat Syi’ah berhasil mendirikan sebuah Daulah besar, yang setara dengan Daulah Buwaihiyyah tempo dulu, atau lebih besar lagi!!

Perpecahan Harakah AMAL Pasca Ash Shadr

Setibanya Musa Ash Shadr dari Qum (Iran) dan Najaf (Irak), ia berusaha merekrut orang-orang Syi’ah Lebanon menjadi sebuah eksistensi yang saling melengkapi, yang bisa diajak mendirikan sebuah daulah di masa depan. Ia begitu perhatian dengan sisi religius dan madzhabiyah kelompok ini, hingga pada tahun 1969 M, ia mendirikan Dewan Tinggi Syi’ah. Ia juga perhatian dengan sisi militer mereka, hingga mendirikan Harakah AMAL, yang merupakan singkatan dari Afwaajul Muqaawamah Al Lubnaaniyyah. Ia juga menjalin hubungan diplomasi dengan pihak Nashrani Maronis, demikian pula dengan Amerika Serikat dan Suriah, di samping tentunya dengan pihak-pihak yang mengirimkannya ke Lebanon, yang tokoh dari itu semua adalah Al Khumaini, yang saat itu masih berada di Irak.

Bersamaan dengan semakin bertambahnya kekuatan Ash Shadr, konflik kepentingan pun mulai muncul, terjadilah perselisihan antara dirinya dengan pemimpin revolusi Iran (sebelum berdirinya), juga dengan salah seorang tokoh pendukungnya yaitu Presiden Suriah Al Alayiyyah Hafizh Asad.Peristiwa ini berakhir pada tnggal 25 Agustus 1978 M secar tiba-tiba, dengan menghilangnya Musa Ash Shadr di Libya ketika kunjungan resminya.

Musa Ash Shadr meninggalkan kekosongan besar, sementara orang-orang Syi’ah berusaha menertibkan kembali organisasi mereka, akhirnya jabatan Dewan Tertinggi Syi’ah diambil alih oleh Abdul Amir Qublan, yang sebelumnya adalah wakil Musa Ash Shadr. Abdul Amir Qublan masih menjabat sebagai wakil ketua Dewan, padahal jabatan ketua sampai saat ini masing kosong! Sedangkan marja’ mereka di Lebanon merujuk kepada salah seorang syaikh mereka, yaitu Husein Fazhlullah.Di saat yang sama kondisi sayap militer Syi’ah yang dikenal dengan sebutan Harakah AMAL terpecah menjadi dua kelompok:

Kelompok pertama adalah Syi’ah Sekuler yang ingin mengatur jalannya permainan tanpa merujuk ke kaidah-kaidah madzhab Itsna Asyariyah. Mereka tidak ingin terikat dengan tokoh-tokoh rujukan agama di luar Lebanon, alias ingin menempuh jalur nasionalisme. Kelompok ini dipimpin oleh Nabieh Barrie, salah satu pemimpin Lebanon terkenal.

Kelompok kedua ialah mereka yang ingin menyempurnakanlangkah Musa Ash Shadr, yaitu ingin mendirikan Negara berlandaskan madzhab Syi’ah yang menetapkan keyakinan dan kesesatan Syi’ah dengan kekuatan senjata, sekaligus melebarkan kekuasaan mereka sekuat kemampuan. Kelompok ini bekerja sama dengan tokoh-tokoh revolusi Iran yang merencanakan kudeta di Iran, akan tetapi kelompok ini masih membutuhkan seorang pemimpin yang mengarahkan mereka.


Al Musawi, Nashrullah, dan Strategi Iran

Di masa-masa yang sulit ini, ada dua orang yang datang dari Najaf, Irak. Keduanya telah mendalami akidah Syi’ah di sana, keduanya memiliki pengaruh sangat besar dalam mempertahankan eksistensi langkah doktrin Musa Ash Shadr. Kedua orang itu adalah Abbas Al Musawi dan Hasan Nashrullah.

Keduanya berhasil menyusup dengan cepat ke barisan Harakah AMAL, dan dapat menduduki sebagian pusat-pusat kepemimpinan, padahal Hasan Nasrallah kala itu baru berusia 18 tahun.

Pada tahun 1979 M, terjadilah revolusi Iran dan Shah berhasil ditumbangkan. Al humaini pun tiba dari Paris (setelah diusir dari Irak tahun 1978 M) dan memegang tampuk kekuasaan di Teheran. Ia mulai menertibkan keadaan dan menyingkirkan pesaing-pesaingnya. Ia berbalik kepada pihak-pihak yang dahulu mendukungnya dari ormas-ormas Iran. Al Khumeini menetapkan dirinya untuk tidak tinggal di kota suci Qum seperti yang diramalkan banyak orang, namun justeru menetap di ibukota Teheran.


Setelah masalah-masalah di Iran mulai stabil, Al Khumaini mulai mengarahkan perhatiannya ke Lebanon dan Irak. Keduanya merupakan wilayah yang memiliki massa Syiah cukup besar, di saat yang sama, keduanya merupakan bagian dari skenario Syi’ah untuk mendirikan negara Syi’ah di wilayah tersebut.

Kondisi di Irak saat itu masih sangat sulit, karena Saddam Hussein memerintah tangan besi. Al Khumaini sendiri merasakan hal itu, sebab ia pernah tinggal selama 14 tahun di Irak yang berakhir dengan keluarnya dia secara terpaksa ke Paris. Dari sini, Al Khumaini tahu persis bahwa Organisasi Syi’ah di Irak tidak mampu menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Sebab itulah Al Khumaini memilih solusi militer, dan segera memulai perang total terhadap pemerintah Irak pada tahun 1980 M–ketia itu revolusi Iran belum genap satu tahun- Ini semua karena ambisinya untuk menjatuhkan pemerintahan Irak dan menyerahkan roda pemerintahan kepada Syi’ah, yang dengan begitu, Irak akan tergabung dalam negara Syi’ah Raya yang diimpikan Al Khumaini.

Sementara di Lebanon yang sarat dengan berbagai kelompok dan sekte agama, di sana masih butuh persiapan dan perlu sejumlah tokoh loyalis penuh kepada Al Khumaini dan pemerintahannya. Karena itulah, Al Khumaini selalu mengontak kedua orang tadi yang bermadzhab Syi’ah Itsna Asyariyah, yangberiman dengan ajaran Wilayatul Faqihyang berhasil mendudukkan Khomeini ke kursi pemerintahan. Kedua orang itu adalah Abbas Al Musawi dan Hasan Nashrullah, dari sinilah Iran mulai memberi dukungan langsung kepada mereka, meski kepemimpinan Harakah AMAL masih di tangan Nabieh Barrie yang berpaham sekuler.

Pada tahun 1981 M, diadakan muktamar Harakah AMAL yang keempat untuk memberikan solusi atas perselisihan internal mereka, yang masing-masing selama ini berusaha menguasai daerah selatan. Muktamar tersebut berakhir dengan tetap dipilihnya Nabieh Barrie sebagai pemimpin Harakah AMAL, dan Abbas Al Musawi menjadi wakilnya. Ini merupakan langkah penting untuk mengendalikan kondisi di selatan Lebanon



Invasi Israel dan Sikap Syi’ah

 Akan tetapi pada tahun 1982 M, tepatnya tanggal 6 Juni tahun itu, terjadilah peristiwa yang mengacaukan semua skenario mereka. Mereka semua dikejutkan oleh invasi Zionis Israel atas seluruh Lebanon Selatan, bahkan Israel sempat mengepung Beirut demi mengusir Yasir Arafat beserta segenap pemimpin Fatah dan milisi-milisi Palestina agar keluar dari selatan Lebanon. Jelaslah bahwa kesepakatan antara militer Israel dan pihak Nasrani Maranis telah terjadi dalam rangka mengusir orang-orang Palestina yang menjadi suatu kekuatan kompresif dalam masyarakat Lebanon. Terjadilah berbagai pembataian warga Palestina, yang paling besar di antaranya adalah Pembantaian Shabra dan Shatila, yang menewaskan tiga ribu orang Palestina, dan Zionis Israel –atas bantuan Nashrani Maranis- pun berhasil mengusir orang-orang Palestina dari selatan Lebanon dan Beirut.

Peristiwa ini pada awalnya sesuai dengan harapan Syi’ah,sebab mereka sejak dahulu menuntut agar orang-orang Palestina dikeluarkan dari selatan Lebanon, sebagai langkah awal pendirian negara mereka di sana. Akan tetapi pihak Zionis tidak lantas kembali ke markas mereka setelah mengusir orang-orang Palestina, namun tetap bercokol di Lebanon dan melakukan pendudukan militer atas seluruh wilayah selatan.

Kejadian ini menghancurkan harapan-harapan kaum Syi’ah untuk mendirikan negara mereka, mengingat bahwa mereka saat itu masih terpecah menjadi kelompok sekuler dan konservatif. Yang pada akhirnya kelompok konservatif memutuskan untuk memisahkan diri dari Harakah AMAL, dan melanjutkan kontak mereka dengan para pemimpin di Iran untuk mendapat dukungan mereka. Mereka lantas membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari 9 orang untuk berangkat ke Teheran dan berjumpa dengan Al Khumaini. Mereka menyatakan keimanan mereka terhadap ajaran wilayatul faqih, yang konsekuensinya mengimani kekuasaan l Khumaini sebagai ‘faqih’ yang dimaksud, yang akan mengurus masalah kaum Syi’ah di Lebanon. Al Khumaini menyetujui lembaga tersebut dan mereka kembali lagi ke Lebanon demi memisahkan diri secara total dengan Harakah AMAL, dan membentuk harakah baru yang dikenal saat itu dengan nama Harakah AMAL Al Islamiyyah, dibawah kepemimpinan Abbas Al Musawi.

Iran memiliki campur tangan kuat dalam berdirinya harakah baru ini. Bahkan Iran sempat mengirim 1500 tentara revolusinya ke Suriah, lalu dari Suriah ke lembah Bikkaa di Lebanon. Mereka semua dikirim untuk melatih kemiliteran Harakah AMAL Al Islamiyyah,memberi bantuan finansial dan militer yang cukup kepada mereka. Dengan demikian, harakah yang baru ini mendapat dukungan dari dua negara besar di kawasan tersebut, yaitu Iran dan Suriah, dan di saat yang sama Suriah tetap mendukung Harakah AMAL yang nasionalis.

Berdirinya Hizbullah dan Penguasaan atas wilayah selatan

Perang sipil di Lebanon masih berkecamuk, sementara kekuatan Harakah AMAL Al Islamiyyah semakin bertambah hingga Abbas Al Musawi mengumumkan berdirinya Hizbullah pada bulan Februari tahun 1985 M sebagai ganti dari Harakah AMAL Al Islamiyyah. Tiga bulan kemudian, tepatnya bulan Mei 1985 M, Harakah AMAL yang dipimpin oleh Nabieh Barrie melakukan pembantaian terhadap warga Palestina yang menewaskan ratusan orang, dalam rangka pembersihan etnis Palestina yang masih ada di selatan Lebanon dan Bikkaa. Dari situ, mulai terjadi perselisihan di antara harakah AMAL dan Hizbullah, yang berakhir dengan perang besar di antara keduanya. Hizbullah berhasil menumpas Harakah AMAL tahun 1988 M. Hasilnya, 90% anggota Harakah AMAL beralih ke Hizbullah dibawah kendali Iran, sesuai dengan aturan wilayatul faqih dan didukung penuh oleh kekuatan Suriah. Bersamaan dengan itu, Harakah AMAL keluar dari sayap militer, dan hanya menjadi gerakan politik saja.

Meskipunwilayah tersebut telah dikuasai oleh Hizbullah, hanya saja ia mendapati bahwa markaz kekuatan pusatnya –yang berada di selatan Lebanon- masih dikuasai oleh Yahudi. Inilah yang mendorong Hizbullah untuk menguasai sebagian wilayah di Beirut, agar memiliki markaz sebagai titik tolak setiap gerakan. Hizbullah tidak bergerak ke Beirut timur tempat komunitas Nashrani, akan tetapi ke Beirut barat, terutama bagian selatannya. Hizbullah mulai menduduki tempat-tempat tersebut dengan kekuatan senjata, dan seluruh tempat itu adalah kantong-kantong Ahlisunnah.

Hizbullah kadang membangun fasilitas-fasilitasnya di tempat umum, dan kadang di tanah milik Ahlussunnah, akan tetapi Pemerintah Lebanon hanya berpangku tangan melihat itu semua, sampai wilayah selatan Beirut menjadi Syi’ah tulen, dan dikuasai sepenuhnya oleh Hizbullah.

Pada tahun 1989 M, Al Khumaini meninggal dunia dan menyerahkan jabatan pimpinan revolusinya kepada Ali Al Khamanei. Kondisi Hizbullah sendiri tidak mengalami perubahan, sebab ia masih terikat dengan aturan wilayatul faqih yang baru yang dipegang oleh Ali Khamanei. Pada tahun yang sama, pihak-pihak yang bertikai di Lebanon atas perantara Saudi bertemu di Thaif, untuk membikin kesepakatan dalam rangka menghentikan perang saudara di Lebanon. Di tahun yang sama pula, terjadi pembunuhan terhadap tokoh Sunni terbesar di Lebanon, yaitu Syaikh Hasan Khalid rahimahullah, selaku mufti Lebanon dari kalangan Sunni sejak tahun 1966 M. Ini dimaksudkan agar Ahlisunnahkehilangan kepemimpinan mereka, dan di waktu yang sama, Hizbullah muncul sebagai simbol Islam di Lebanon.


Perang Melawan Yahudi dan Berubah Sikap Terhadap Ahlussunnah

Hizbullah mulai mempersiapkan rencana untuk menggempur Yahudi demi membebaskan wilayah-wilayah mereka dan merencanakan sebagai tempat berdirinya negara Syi’ah. Demi tercapainya tujuan tersebut, kucuran dana pun mengalir deras dari Iran, di samping dari Suriah. Israel pun mengalami kekhawatiran hingga mereka melakukan pembunuhan terhadap Abbas Al Musawi yang menjadi Sekjen Hizbullah pada tahun 1992 M. Jabatan Sekjen akhirnya diambil alih oleh Hasan Nashrullah.

Di tahun yang sama, muncullah tokoh Sunni baru, dan Ahlisunnah Lebanon pun mulai berkumpul di sekitarnya. Dialah Rafiq Al Hariri yang menjabat sebagai PM Lebanon tahun 1992 hingga 1996 M. Ia mulai membangun kembali Lebanon, dan mendapat dukungan penuh dari banyak warga Lebanon.

Pada tahun 1996 M, Zionis Israel melakukan agresi brutal atas Lebanon, yang dikenal dengan operasi ‘Grapes of Wrath’. Sejak itu, jiwa patriotisme warga Lebanon mulai berkobar untuk melepaskan diri dari penjajahan Israel. Hizbullah mengumumkan pembentukan pasukan-pasukan Lebanon untuk melawan musuh Zionis. Pasukan tersebut adalah gabungan dari berbagai kelompok Lebanon yang bermacam-macam, akan tetapi mayoritas anggotanya dari Ahlisunnahyang mencapai 38%, Syi’ah 25%, Druz 20% dan Nashrani 17%.

Serangan-serangan pasukan Lebanon mengakibatkan ditarik mundurnya pasukan Zionis dari sebagian besar wilayah selatan Lebanon pada tahun 2000, kecuali daerah pertanian Shebaa. Hizbullah akhirnya menduduki seluruh wilayah tersebut, dan menolak keinginan Tentara Nasional Lebanon untuk menyebarkan pasukannya di wilayah tersebut. Bahkan Hizbullah mulai merampas fasilitas-fasilitas milik Ahlisunnahdi wilayah selatan dan di pegunungan Lebanon. Tidak sampai di situ, Hizbullah juga berani mengganggu sejumlah masjid, seperti Masjid Nabi Yunus, dan tanah-tanah wakaf milik masjid tersebut yang terdapat di daerah Al Jeyah.


Rafiq Al Hariri dan Gerakan Syi’ah

Di tahun yang sama yaitu ditahun keluarnya Yahudi dari Lebanon, Rafiq Al Hariri diangkat kembali menjadi PM Lebanon. Kesempatan ini digunakan olehnya untuk menampakkan jati diri dan keluarganya, dan menjadi simbol Sunni cukup dikenal yang menjadi pesaing terkuat sesungguhnya bagi gerakan Syi’ah di Lebanon.

Kekuatan Hizbullah terus bertambah, dan ia masih mencari kesempatan untuk mendirikan negara Syi’ah yang didukung oleh Iran dan Suriah. Akan tetapi terangkatnya pamor Rafiq Al Hariri menjadi masalahbesar bagi gerakan Syiah di Lebanon.

Pada tahun 2004 M, Al Hariri mengundurkan diri dari jabatan PM akibat perselisihan antara dia dengan orang-orang Suriah yang jumlahnya cukup banyak di tubuh tentara Lebanon. Kemudian terjadilah peristiwa berdarah yang sangat mengejutkan, tepatnya pada 14 Februari 2005 M dengan terbunuhnya Rafiq Al Hariri ketika berada dalam kendaraannya di Beirut, di tengah tersebarnya berbagai agen intelijen internasional yang beroperasi di Lebanon, seperti CIA, Perancis, Suriah, Iran dan Lebanon sendiri. Dengan demikian, AhlisunnahLebanon kembali kehilangan salah satu tokoh kharismatik mereka.

Pasca terbunuhnya Rafiq Al Hariri Lebanon guncang, sementara tuduhan internasional mengarah kepada Suriah.Dari situ masyarakat internasional menuntut agar Suriah menarik diri dari Lebanon. Maka Hizbullah melakukan demonstrasi besar-besaran pada 8 Maret 2005 demi mempertahankan keberadaan Suriah di Lebanon. Hal ini mendapat respon balik dari Gerakan Al Mustaqbal, yang merupakan gerakan keluarga Al Hariri di bawah pimpinan Sa’ad Al Hariri. Ia mendapat dukungan dari Democratic Gathering Bloc pimpinan seorang Druz yaitu Walid Jumblat, dan Hizbul Quwwah Al Lubnaniyyah yang mewakili kaum Maronis pimpinan Sameer Ja’ja’. Ketiganya melakukan demonstrasi besar pada tanggal 14 Maret 2005 dengan tuntutan keluarnya Suriah dari Lebanon. Sebab itulah demonstrasi tersebut disebut demonstrasi 14 Maret, dan berhasil mengeluarkan Suriah dari Lebanon di bulan yang sama



Dilema Hizbullah dan Perang tahun 2006

Setelah keluarnya Suriah, Hizbullah menghadapi dilema di Lebanon, lebih-lebih dengan makin kuatnya persaingan antar golongan pasca terbunuhnya Al Hariri. Sebab itulah Hizbullah memilih untuk beraliansi secara politik bersama kekuatan-kekuatan lain untuk ikut serta dalam pemilu parlemen Lebanon bulan Mei 2005 M. Ia bergabung dengan ketiga kelompok lain yaitu Gerakan Al Mustaqbal yang Sunni, Gerakan Jumbalat yang Druz –meski mereka sangat memusuhi kedua gerakan ini-, di samping itu,mereka juga bergabung dengan Gerakan politik Harakah AMAL. Aliansi ini dikenal dengan aliansi kwartet.Secara keseluruhan mereka berhasil meraih 72 kursi di Parlemen dari total 128 kursi. Dengan demikian, mereka menjadi mayoritas di parlemen, yang akhirnya menjadi bagian dari pemerintah Lebanon yang dipimpin oleh Fuad Seniora.

Hizbullah telah menekan dirinya sendiri, dan beraliansi dengan kelompok Sunni meski mereka berseberangan. Ini semua demi menampakkan bahwa Hizbullah ikut serta dalam kepentingan Nasional. Padahal Hasan Nashrullah sendiri tidak pernah hadir dalam sidang-sidang parlemen maupun muktamar umum mereka. Ia hanya mengirim utusannya dan bersikap kepada semua pihak sebagai atasan, sebagai persiapan untuk menjadi pemimpin masa depan atas mereka semua.

Bukti terbesar atas asumsi ini adalah terlibatnya Hizbullah dalam operasi militer melawan Zionis Israelyang terjadi pada tanggal 12 Juli 2006. Hizbullah berhasil menawan dua tentara Israel dan menewaskan delapan lainnya. Semua itu ia lakukan tanpa konsultasi sedikit pun dengan negara yang ia menjadi bagian dalam pemerintahannya; dan juga tidak berkonsultasi dengan faksi-faksi lain yang menjadi sekutunya dalam parlemen. Padahal operasi militer inilah yang menyeret negara seluruhnya –dan bukan hanya Hizbullah- dalam perang melawan tentara Israel.

Pada akhirnya terjadilah perang besar yang terkenal pada bulan Juli 2006 M. Israel terus-menerus menyerang Lebanon selama 33 hari penuh, dengan target menghancurkan bungker-bungker Hizbullah sekaligus Lebanon. Hizbullah melakukan serangan balik kepada Israel dengan menembakkan roket-roket, sehingga korban tewas dari rakyat Lebanon sangat banyak dalam perang ini.

Ketidak berhasilan tentara Israil menghentikan serangan roket Hizbullah dianggap sebagai ‘kemenangan besar’ bagi Hizbullah, sebab Yahudi telah menghentikan serangan udara mereka tanpa berhasil melumpuhkan sistem kekuatan roket Hizbullah, maupun membebaskan dua orang pasukannya yang ditawan Hizbullah.

Perang pun berakhir seiring dengan kehancuran besar yang dialami oleh rakyat Lebanon atas negerinya. Kehancuran tersebut merata di setiap daerah di Lebanon. Di samping itu, rakyat Lebanon merasakan eksistensi Syi’ah yang semakin kuat, yang tercermin melalui Hizbullah yang tetap memegang senjata canggih produk Iran-nya, dan didukung penuh oleh Suriah. Hal ini sengaja diciptakan agar semua orang merasa bahwa negara mereka sedang mengarah ke seorang tokoh Syi’ah tertentu, seiring dengan banyaknya simpati dari umat Islam secara umum atas Hizbullah dalam melawan Yahudi (Israil).

Menurut anda, apakah yang terjadi di Lebanon setelah itu?
Apa langkah-langkah yang ditempuh oleh Syi’ah selanjutnya dalam skenario mereka?
Bagaimana visi Hasan Nashrullah sehubungan dengan masa depan Lebanon?
Mengapa Hizbullah kalah dalam pemilu parlemen bulan Juni 2009 M, padahal Hizbullah semakin kuat?
Dan apa yang semestinya diperbuat oleh segenap umat Islam dalam menyikapi permasalahan ini?

KISAH HIZBULLAH 3

Dalam dua makalah sebelumnya, kita telah membicarakan berkenaan dengan kisah Hizbullah 1 dan 2 sekaligus pendirinya, hubungan Hizbullah-Iran dan Hizbullah-Suriah, serta megaproyek mereka untuk mendirikan Negara Syi’ah di Lebanon. Pembahasan kita berakhir pada meletusnya perang Lebanon tahun 2006 M di mana Zionis Israel gagal menghancurkan kekuatan Hizbullah, dan gagal membidik pemimpinnya. Hal ini mengakibatkan kegembiraan luar biasa di dunia Islam, dan kebanggaan besar bagi pemuda-pemuda Islam. Lebih-lebih mengingat mereka belum pernah menyaksikan kemenangan hakiki melawan Yahudi dalam peperangan sejak tahun 1973 M, yaitu sejak lebih dari 30 tahun! Orang-orang pun saling memberikan selamat kepada Hizbullah dan pemimpinnya, Hasan Nashrullah. Bahkan sebagian mengira bahwa Hasan Nashrullah adalah pemimpin gerakan seluruh umat Islam. Mereka seakan lupa latar belakang orang ini, yaitu Syi’ah Itsna Asyariah; yang memiliki permusuhan abadi terhadap Ahlisunnah, baik hal itu ia nampakkan ataupun tidak.

Hizbullah dan Kudeta Pemerintahan

Keluarnya Hizbullah dari perang Lebanon 2006 M dengan harapan dapat memanfaatkan momentum besar tersebut. Ia segera menetapkan untuk mengkudeta pemerintah Lebanon yang tidak lain ia adalah bagian darinya. Pada tanggal 30 Desember 2006 M, Hizbullah menggalang aksi besar-besaran di sekitar istana pemerintahan. Mereka bahkan mendirikan lebih dari 600 tenda agar aksi tersebut bertahan lebih lama. Mereka menuntut agar PM Sunni Fuad Seniora mengundurkan diri, padahal menurut undang-undang Lebanon, penggantinya juga harus Sunni; akan tetapi keinginan Hizbullah tadi menandakan bahwa mereka mampu merubah-rubah keadaan semau mereka, dan siapa saja yang akan menggantikan PM harus taat dan mendengar terhadap instruksi ‘pemimpin masa depan’ Lebanon, yang digambarkan sosok Hasan Nashrullah. Akan tetapi pemerintah tidak menggubris ‘instruksi’ Hasan Nashrullah tersebut, hingga aksi berkemah tadi berlangsung hingga 18 bulan berturut-turut!

Keadaan semakin runyam ketika Hizbullah melakukan operasi militer anarkis, dengan mengerahkan pasukan bersenjatanya untuk mengepung Beirut barat secara total, yang merupakan wilayah penduduk Ahlisunnah. Mereka mengancam akan menduduki wilayah tersebut, atau tidak akan melonggarkan kepungan sampai PM yang dimaksud mengundurkan diri. Hal itu terjadi pada 9 Mei 2008 M.

Rupanya masalah ini tidak lagi sekedar ‘bisikan hati’. Sesungguhnya masalah ini merupakan percobaan nyata di lapangan dengan bergeraknya milisi-milisi untuk menguasai titik-titik utama di ibukota Beirut. Bahkan ini sangat menarik perhatian, tatkala Walid Jumblat mengungkap apa yang terjadi enam hari sebelum pengepungan, tepatnya tanggal 3 Mei 2008M. Ia mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa dirinya menemukan dokumen surat-menyurat antara menteri pertahanan Lebanon Ilyas Almur dengan pihak intelijen tentara nasional Lebanon. Dokumen tersebut melaporkan adanya sejumlah kamera milik Hizbullah yang dipasang di airport Beirut. Jumblat juga menyebutkan bahwa di saat yang sama ketika persenjataan dilarang masuk ke Lebanon, ternyata arus pengiriman senjata mengalir deras dari Iran kepada Hizbullah. Artinya, tidak lama lagi Hizbullah akan menjadi satu-satunya kelompok bersenjata di Lebanon yang persenjataannya jauh lebih besar daripada tentara nasional Lebanon.

Kesepakatan Doha dan kesalahan Nashrullah

Pengepungan Beirut barat berlanjut selama 13 hari, hingga ditandatanganinya kesepakatan Doha untuk mengakhiri perang dan menyudahi aksi mereka. Akan tetapi, seiring dengannya bubar pula aliansi kwartet yang terbentuk antara gerakan Al Mustaqbal yang Sunni, Hizbullah dan Harakah AMAL yang Syi’ah, serta Partai Demokratik yang Druz. Mereka semua mendapati bahwa aliansi semacam ini adalah sangat sulit dipertahankan, dan berbagai kepentingan Ahlisunnah dan Syi’ah pasti akan saling kontradiktif. Dari sini, mulai lah kedua belah pihak saling melempar tuduhan dan bersaing ketat. Gerakan Al Mustaqbal atau Aliansi 14 Maret, kini meyakini bahwa Syi’ah sangat mungkin mengambil alih kekuasaan secara total di Lebanon. Hizbullah pun mulai menuduh Gerakan Al Mustaqbal sebagai kaki tangan Amerika dengan maksud menurunkan pamor mereka di mata rakyat Lebanon dan gerakan-gerakan Nasionalis lainnya. Tuduh-menuduh terus berlanjut antara kedua belah pihak, dan semakin menguat dari waktu ke waktu seiring dengan makin dekatnya Pemilihan anggota parlemen baru pada bulan Juni 2009 M. Akhirnya, Gerakan Al Mustaqbal yang dipimpin oleh Sa’ad Al Hariri ikut serta dalam Pemilu melawan Hizbullah yang dipimpin oleh Hasan Nashrullah. Masing-masing pihak mulai memamerkan kapabilitasnya untuk memimpin sekaligus menjatuhkan lawan politiknya.

Hasan Nashrullah telah membuat kekeliruan besar yang semestinya tidak dilakukan oleh seorang pakar politikus sepertinya. Akan tetapi Allah berkehendak untuk menyingkap apa yang ada di balik tabir… Dalam pidatonya menjelang Pemilu pada tanggal 29 Mei 2009 M, – yang teks pidatonya ada dalam situs resmi Hizbullah di internet-, bahwa jika kelompoknya menang dalam Pemilu, maka ia akan memasukkan persenjataan ke Lebanon dari Suriah dan Iran. Ia telah menampakkan bahasa Syi’ahnya yang kental, bahkan mengatakan: “Yang saya tahu ialah bahwa Republik Islam Iran, khususnya Imam pemimpin Revolusi yang mulia: Sayyid Al Khamenei tidak akan pelit untuk memberikan segalanya bagi Lebanon”.

Ia mengatakan secara jelas kepada rakyat Lebanon, bahwa pendanaan yang akan menjamin stabilitas dan kejayaan mereka akan datang dari pihak Syi’ah, dan ini adalah bujukan sekaligus ancaman, dan suatu hal yang menarik perhatian akan kuantitas Hizbullah dan relasinya.

“Pesan” tersebut sampai ke rakyat Lebanon, namun dalam bentuk yang berlawanan dari yang diharapkan Hasan Nashrullah. Rakyat Lebanon akhirnya sadar akan bahaya Syi’ah. Mereka tahu bahwa naiknya kelompok Hizbullah ke kursi pemerintahan, berarti bertambahnya kekuatan bagi Hizbullah, bukan bagi Lebanon. Di samping itu, kemungkinan berdirinya sebuah negara Syi’ah yang loyal kepada Iran dan Suriah menjadi dekat sekali. Dari sinilah rakyat Lebanon takut terhadap arah Hizbullah, dan ketakutan tersebut nampak di kotak-kotak suara saat Pemilu hingga mereka memberikan suaranya ke Aliansi 14 Maret, padahal Sa’ad Al Hariri tidaklah secakap bapaknya, mendiang Rafiq Al Hariri. Akan tetapi rakyat Lebanon telah menyadari sendiri akan bahaya momen ini, dan tidak ada lagi waktu untuk mengatakan bahwa Pemilu ini akibat tekanan Amerika, sebab ternyata Pemilu ini adalah pemilu yang bersih dan tidak ada satu pihak pun yang mengritik ketransparanannya.

Akhirnya Aliansi 14 Maret menang dalam Pemilu dengan merebut 14 kursi lebih banyak dari Hizbullah. Ini adalah angka yang besar dalam pemilu Lebanon, dan ini berarti bahwa masalah-masalah akan semakin jelas.                                                                                


sumber :syiahindonesia.com

 As-Syiah Nidhol am Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.

BACA JUGA :

1 komentar:

  1. penjelasan yang sangat panjang dan bikin mengerti sekali ini! terima kasih sudah berbagi postnya! jangan lewatkan juga promo dari shopee Super Ramadhan Sale https://shopee.co.id/web/events3/code/2682748912/

    BalasHapus