Kajian.Net

Belajar Bloging,Trik Facebook,Komputer,Internet,Hacking,Kajian Islam.

Antara XKeyscore Dan Prism

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Pada dasarnya antara Xkeyscore dan PRISM adalah merupakan tools atau program yang sama dalam tujuan penggunaanya  dan saling menunjang satu dengan lainnya.  Kedua program ini tentunya adalah bagian dari berbagai instrumen lain yang dimiliki NSA dalam sistem intelijen  mereka.

Seperti juga PRISM, Xkeyscore  melakukan pengawasan elektronik (Electronic Surveillance ) yaitu salah satu metode inti Komunitas Intelijen (IC) yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang lawan, negara organisasi-organisasi  asing,  yang gencar dioperasikan setelah tragedi 11 September 2001 melalui Protect America Act (PAA), yaitu amandemen kontroversial untuk Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA) yang ditandatangani menjadi undang-undang pada 5 Agustus 2007

 Xkeyscore terkesan lebih bebas tampa pengawasan, dengan begitu kapan saja dapat dioperasikan oleh analis NSA.  Hal ini  mematahkan anggapan bahwa setiap operasi NSA selalu diawasi secara ketat oleh the U.S. Foreign Intelligence Surveillance Court (FISC atau Pengadilan FISA - Foreign Intelligence Surveillance Act) khususnya untuk menjamin perlindungan terhadap warga AS.

Kalau prosedur penggunaan PRISM harus dilakukan berdasarkan keyakinan yang beralasan” (reasonable belief) bahwa target bukanlah orang AS atau berada di wilayah AS (kecuali dengan surat perintah pengadilan),  maka Xkeyscore dapat  dengan leluasa (tidak dapat dicegah) mengumpulkan catatan informasi dari warga AS, hal ini disebabkan  karena  alat-alat NSA kadang-kadang tidak dapat mengidentifikasi asal-usul negara sumber komunikasi/informasi.

Dengan terungkapnya program Xkeyscore ini, pemerintah AS mendapat  “tamparan” lebih keras lagi karena selama ini selalu  berdalih hanya mengamati orang asing (di luar AS)  demi melindungi keamanan AS,  dalam kenyataanya rakyatnya  tak tehindar dari penyadapan.  Jelas saja menuai protes keras dari dalam dan luar negeri AS.

Seperti terlihat pada slide yang dilaporkan The Guardian (lihat gambar di atas)  dan juga dianalisa lebih lanjut oleh Marc Ambinder (advanced web and document production, French, dan XKEYSCORE) melalui  theweek.com (31/07/2013) dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama pemintaan pencarian dengan berbagai kombinasi kata kunci yang ingin diketahui (query) dikirim ke webserver Xkeyscore yang kemudian mendistribusikannya ke F6 HQS, FORNSAT, dan SSO
F6 HQS (headquarters, kator pusat atau pusat komado) menujukan layanan dengan (sumber) lokasi khusus terletak di kedutaan atau konsulat AS di luar negeri.  Pengelolaan dilaksanakan secara terpusat di kantor pusat SCS (Central Security Service) di Beltsville, Maryland. Situs-situs F6  yang terletak di negara-negara (atau lokasi khusus di luar negeri)  pada umumnya tidak memiliki  fasilitas telepon kabel  atau serat optik  untuk mengirim kembali informasi ke pusat komando (HQ).
FORNSAT berarti “koleksi satelit asing,” (foreign satellite collection) yang mengacu pada kegiatan penyadapan NSA  terhadap proses data (informasi) melalui satelit yang dimiliki atau digunakan oleh negara-negara lain.
SSO (Special Source Operations) atau “Operasi Sumber Khusus“,  mengacu pada cabang dari divisi “Signals Intelligence” NSA yang menangani hal lain (apa saja) yang tidak dapat diproses atau terjangkau dengan menggunakan F6 atau FORNSAT.
Dukungan infrastruktur dalam hal pengumpulan data/informasi ini,  Xkeyscore memanfaatkan 700 server yang digambarkan sebagai “massive distributed Linux cluster”  dan tersebar di 150 lokasi yang berbeda di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Hasil Operasi Xkeyscore

Melalui  dokumen rahasia yang bocor tersebut  terungkap bahwa dengan memanfaatkan tools intelijen  Xkeyscore , pada tahun 2008 terdapat 300 teroris yang ditangkap.  Laporan lain menujukan bahwa pada tahun tahun 2007,  NSA diperkirakan telah mengumpulkan 850 milyar “call events” dan 150 milyar catatan aktivitas internet  yang kemudian disimpan dalam database NSA.  Bahkan setiap hari, terdapat   1-2 milyar catatan yang ditambahkan dalam database.

Saking banyaknya  data yang dikumpulkan menyebakan data/catatan/informasi  hanya dapat disimpan untuk jangka waktu yang singkat yaitu selama tiga sampai lima hari, sedangkan untuk metadata disimpan selama 30 hari.  Salah satu dokumen menjelaskan bahwa  pada beberapa situs, jumlah data yang di terima per hari kurang lebih 20  terabyte dan hanya dapat disimpan untuk waktu 24 jam.

Pada tahun 2012, total  catatan yang dikumpulkan dan disimpan dalam XKeyscore untuk satu periode (30-hari ) setidaknya mencapai  41 milyar catatan.

Mungkinkah Letaknya di Indonesia?

Keberadaan server atau teknologi intelijen di negara-negara yang disebutkan dalam dokumen rahasia NSA tersebut tentunya tidak terlepas dari kerjasama intelijen yang telah dibangun oleh pemerintah AS dengan negara-neraga terkait.

Melalui judul “Counterterrorism and Intelligence Cooperation“, yang dimuat dalam Journal of Global Change and Governance, Volume I, Nomor 3 tahun 2008.  Derek S. Reveron (Professor of National Security Affairs at the Naval War College in Newport, Rhode Island) menulis bahwa Indonesia dengan Amerika telah melakukan kerjasama intelijen khususnya  setelah tragedi  11 september 2001.  Sumber ini diperoleh dari Laksamana Dennis C. Blair, dari Transkrip  US PACOM (Journalists Roundtable, Lemhannas, National  Resiliency Institute, Jakarta, Indonesia, Nov. 27)

Reuters 16 Maret 2010, memberitakan tentang pendanaan Densus 88 oleh AS, dimana didalamnya menyebutkan bahwa,

Ada laporan dari petugas intelijen AS di Jakarta yang  melakukan penyadapan terhadap komunikasi ponsel  dan SMS dari warga sipil Indonesia.
Seorang pejabat Indonesia, yang kemudian mau berbicara dengan syarat anonimitas, mengkonfirmasi bahwa  Indoesia mendapat bantuan dari pemerintah Australia dan AS untuk bidang teknologi penyadapan canggih, dan bantuan lainnya juga datang dari Inggris dan Perancis
Mengutip pemberitaan Sydney Morning Herald dan The Age pada tanggal 13 September 2010 melalui koresponden Tom Allard, Nautilus Institue (Nautilus.org)  15 September 2010 memberitakan bahwa Densus 88, dilengkapi dan dilatih sebagian besar dilakukan oleh Amerika Serikat dan Australia. Mereka menyediakan pelatihan tingkat tinggi dalam komunikasi intersepsi,  pertempuran jarak dekat, ilmu forensik, pengawasan, analisis dan pengumpulan data intelijen.

Allan Nairn (Investigative journalist reveals that U.S. intelligence officers in Jakarta)  yang melaporkan tentang “US Intelligence Tapping Phones of Indonesian Civilians” dan kemudian diberitakan melalui Counterpunch.org, 12 Desember  2007, (sumber lainnya democracynow.org, 13/12/2007, berupa transkrip wawancara antara Juan Gonzalez dan Allan Nairn), walau tidak menyebutkan sumber secara terang-terangan, namun keterangan Allan tersebut telah dikutip  oleh banyak media di dunia,

Petugas intelijen AS di Jakarta secara diam-diam melakukan penyadapan ponsel dan SMS dari warga sipil Indonesia.
Informasi tentang program pengintaian AS paling tidak berasal dari tiga sumber,  salah satu dari mereka adalah seseorang yang telah bekerja secara teratur dengan pasukan keamanan Indonesia, orang tersebut telah berbicara langsung secara resmi tentang penyadapan telepon.  Hal ini telah dikonfirmasi oleh dua pejabat Indonesia yang bekerja di  Detasemen 88.
Sumber pertama yang mengaku karyawan CIA namun tidak bisa  dikonfirmasi apakah mereka bekerja untuk CIA atau lembaga AS lainnya.  Dia mengatakan bahwa pekerjaanya sebagai spesialis intelijen AS membantu menjalankan jaringan penyadapan canggih dengan menggunakan peralatan baru AS.  Dia mengatakan operasi AS  termasuk pemantauan real-time dari pesan teks, serta pemetaan kontak “jaringan,” yaitu.  melacak siapa yang menelepon atau SMS.
Keberadaan AS di dalam Detasemen 88 telah dikonfirmasi oleh Detachment 88 official yang mengatakan bahwa tim Amerika telah melakukan pekerjaan telekomunikasi di “Bagian Intel” bersama dengan seseorang  yang mereka percaya adalah warga negara Inggris.
Pada akhirnya siapa saja dapat menyimpulkan, kalaupun memang benar adanya kerjasama intelijen tidak ada masalah, asalkan dilakukan dalam batas-batas kewajaran tanpa melanggar kedaulatan negara apalagi melakukan penyadapatan terhadap rakayat secara bebas, tentu hal ini tidaklah dibenarkan.  Perlu dengan cermat  memperhatikan dengan serius cara-cara AS melakukan “Covert Action“.


Seperti memo tentang “Confrontation or Collaboration? Congress and the Intelligence Communit”, Harvard, Juli 2009, yang ditulis oleh Eric Rosenbach, mengemukakan bahwa Menurut Undang-Undang Keamanan Nasional Sec.  503 (e), Covert Action adalah, “Suatu kegiatan atau aktivitas Pemerintah Amerika Serikat untuk mempengaruhi kondisi politik, ekonomi, atau militer di luar negeri, di mana dimaksudkan bahwa peran Pemerintah Amerika Serikat tidak akan terlihat atau diakui secara terbuka. “  Tindakan rahasia dianggap tepat  sebagai cara terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Covert Action, mencakup spektrum yang luas dari kegiatan intelijen, tetapi dapat mencakup Aksi Politik/Ekonomi yaitu,  Badan-badan intelijen AS diam-diam mempengaruhi kerja politik atau ekonomi dari bangsa asing.

Sumber:
Teknologo.Kompasiana.com

BACA JUGA :

1 komentar: